Langsung ke konten utama

Perbedaan Rutan Dan LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan)



Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara.Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana (napi) atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim

Pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut Petugas Pemasyarakatan, atau dahulu lebih dikenal dengan istilah sipir penjara.Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman Sahardjo pada tahun 1962, di mana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Pada tahun 2005, jumlah penghuni LP di Indonesia mencapai 97.671 orang, lebih besar dari kapasitas hunian yang hanya untuk 68.141 orang. Maraknya peredaran narkoba di Indonesia juga salah satu penyebab terjadinya over kapasitas pada tingkat hunian LAPAS.

Rumah Tahanan Negara (disingkat Rutan) adalah tempat tersangka atau terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan di Indonesia. Rumah Tahanan Negara merupakan unit pelaksana teknis di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman).
Rutan didirikan pada setiap ibukota kabupaten atau kota, dan apabila perlu dapat dibentuk pula Cabang Rutan. Di dalam rutan, ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.

Meski berbeda pada prinsipnya, Rutan dan Lapas memiliki beberapa persamaan. Kesamaan antara Rutan dengan Lapas di antaranya, baik Rutan maupun Lapas merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (lihat pasal 2 ayat [1] PP No. 58 Tahun 1999). Selain itu, penempatan penghuni Rutan maupun Lapas sama-sama berdasarkan penggolongan umur, jenis kelamin, dan jenis tindak pidana/kejahatan (lihat pasal 12 UU No. 12 Tahun 1995 dan pasal 7 PP No. 58 Tahun 1999).

Sebagai tambahan, berdasarkan pasal 38 ayat (1) jo. Penjelasan PP No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP, Menteri dapat menetapkan Lapas tertentu sebagai Rutan. Kemudian, dengan adanya Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara, Lapas dapat beralih fungsi menjadi Rutan, dan begitu pula sebaliknya.

Berdasarkan pasal 18 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1983, di tiap kabupaten atau kotamadya dibentuk Rutan. Namun kondisi yang terjadi di Indonesia adalah tidak semua kabupaten dan kotamadya di Indonesia memiliki rutan dan Lapas, sehingga Rutan difungsikan pula untuk menampung narapidana seperti halnya Lapas. Hal ini juga mengingat kondisi banyak Lapas yang ada di Indonesia, berdasarkan informasi dari berbagai sumber, telah melebihi kapasitas, karenanya terdakwa yang telah menjalani hukuman di Rutan, yang seharusnya pindah dari Rutan untuk menjalani hukuman ke Lapas, banyak yang tetap berada di dalam Rutan hingga masa hukuman mereka selesai.

Dasar hukum:
  1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
  2. Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
  3. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan KUHAP
  4. Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 1999 tentang Syarat-Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan
  5. Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M.04.UM.01.06 Tahun 1983 tentang Penetapan Lembaga Pemasyarakatan Tertentu sebagai Rumah Tahanan Negara
 Perbedaan Antara Tersangka, Terdakwa dan Terpidana
Tersangka adlh seseorang yg krn perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sbg pelaku tindak pidana
Terdakwa adlh seorang tersangka yg dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan Terpidana adlh seorang yg dipidana berdasarkan putusan pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Seseorang dinyatakan menjadi tersangka jk ada bukti permulaan bahwa ia patut diduga sbg pelaku tindak pidanaDlm Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tdk ada batasan mengenai apa yg dimaksud dgn bukti permulaan yg cukup
Pengertian bukti permulaan yg cukup merujuk pd: Kep. Bersama MA, Menkeh, Kejakgung, & Kapolri Thn1984 ttg Peningkatan Koordinasi dlm Penanganan Perkara Pidana
Pengertian bukti permulaan yg cukup juga merujuk pd: Peraturan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/2000 ttg Pedoman Administrasi Penyidikan Tindak Pidana
Pengertian bukti permulaan yg cukup adlh minimal ada laporan polisi ditambah dengan satu alat bukti yang sah
Jd utk dijadikan tersangka tdk cukup hanya dgn laporan dr pelapor. Hrs ada minimal satu alat bukti yg sah menurut KUHAP.
Berdasarkan KUHAP, alat bukti yg sah dlm pengadilan pidana adlh: Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa
Perlu diketahui, menjadi tersangka dlm perkara pidana tdk mencabut hak seseorang utk melakukan suatu perbuatan hukum
Tersangka, terdakwa, atau terpidana pun masih memiliki hak utk melakukan laporan atau tuntutan dlm hal terjadi tindak pidana
Tersangka atau terdakwa tdk boleh dianggap bersalah sblm ada putusan yg berkekuatan hukum tetap (asas praduga tak bersalah)
Asas praduga tak bersalah ini terdpt dlm UU No. 48 Tahun 2009 ttg Kekuasaan Kehakiman & dlm Penjelasan Umum KUHAP
Dalam kondisi tertentu, terhadap tersangka atau terdakwa dapat dilakukan penangkapan atau penahanan
Penangkapan adlh tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa jk terdapat cukup bukti 
Penangkapan dilakukan guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan
Syarat dilakukannya penangkapan adlh jk ada seseorang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yg cukup
Penahanan adlh penempatan tersangka atau terdakwa di tmp tertentu o/ penyidik, atau penuntut umum, atau hakim dgn penetapannya
Syarat dilakukannya penahanan: dlm hal dikhawatirkan tersangka atau terdakwa akan melarikan diri
Syarat dilakukannya penahanan: dlm hal dikhawatirkan tersangka atau terdakwa akan merusak atau menghilangkan barang bukti
Syarat dilakukannya penahanan: dlm hal dikhawatirkan tersangka atau terdakwa akan mengulangi tindak pidana
Seseorang yg ditahan sbg tersangka tdk dibebankan biaya apapun selama penahanan
Biaya2 yg timbul dr penahanan ditanggung o/ negara yg dianggarkan dlm Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (APBN)
Jk tersangka/terdakwa merasa penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan tdk sah, dpt mengajukan praperadilan
Atas penangkapan, penahanan, penghentian penyelidikan atau penghentian penuntutan yg tdk sah, tersangka atau terdakwa dpt menuntut ganti kerugian
Tuntutan ganti kerugian praperadilan diajukan o/ tersangka, terdakwa, terpidana, atau ahli warisnya kpd pengadilan yg berwenang
Jk perkara pidana dihentikan pd tingkat penyidikan atau penuntutan, tuntutan ganti rugi praperadilan diputus di sidang praperadilan
Putusan pemberian ganti kerugian dalam praperadilan berbentuk penetapan
Terdakwa yg dinyatakan bersalah & dijatuhi pidana o/ putusan pengadilan yg berkekuatan hukum tetap statusnya mjd terpidana
Atas putusan pengadilan tsb, terpidana punya hak mendapatkan petikan surat putusan pengadilan 
Petikan surat putusan pengadilan dpt diberikan kpd terdakwa atau penasehat hukumnya segera stlh putusan diucapkan



A. Pengertian Penahanan
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan pendapatnya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini” (Pasal 1 butir 21 KUHAP).

Pejabat Yang Berhak Menahan
Penahanan dapat dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan kepentingan penuntutan di sidang pengadilan (Pasal 20 KUHAP)
1. Penyidik atau Penyidik Pembantu (Pasal 11 ayat 1 KUHAP)
2. Penuntut Umum (Pasal 11 ayat 2 KUHAP)
3. Hakim (Pasal 11 ayat 3 KUHAP), hanya memperpanjang penahanan yang dilakukan oleh jaksa.
Pejabat yang berwenang memperpanjang penahanan sesuai dengan pasal 29 ayat (3) berbeda dengan yang berwenang memperpanjang yang biasa. Dalam ayat itu ditentukan bahwa:
a) Pada tingkat penyidik dan penuntut diberikan oleh ketua pengadilan negeri.
b) Pada tingkat pemerikasaan di pengadilan negeri diberikan olek ketua pengadilan tinggi.
c) Pada tingkat pemeriksaan banding diberikan oleh Mahkamah Agung.
d) Pada tingkat kasasi diberikan oleh ketua Mahkamah Agung


 







 


 

Komentar

  1. Mantap, menjadi khazanah pengetahuan, terima kasih atas artikelnya, semoga bisa menjadi referensi untuk kami dari Lapas Sarolangun

    BalasHapus
  2. Apakah bisa masuk lapas tanpa ikut CPNS?

    BalasHapus

Posting Komentar

KOTAK PELAYANAN PENGADUAN